10 Festival Budaya Paling Unik Di Indonesia
- Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai-nilai penting dan fundamental yang diwariskan dari generasi ke generasi. Warisan tersebut harus dijaga agar tidak luntur atau hilang sehingga dapat dipelajari atau dilestarikan oleh generasi berikutnya.
Budaya daerah ini muncul saat masyarakat suatu daerah telah mempunyai pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga itu menjadi kebiasaan yang membedakan mereka dengan masyarakat daerah lain.
Berikut 10 Festival Budaya Paling Unik Di Indonesia yang kami hadirkan dengan tujuan agar para pembaca Mahessa Update lebih mencintai Budaya Indonesia menjadi satu kesatuan yang akan membuat Indonesia menjadi negara Surganya Wisata Dunia.
1. Festival Lompat Batu, Nias
Budaya daerah ini muncul saat masyarakat suatu daerah telah mempunyai pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga itu menjadi kebiasaan yang membedakan mereka dengan masyarakat daerah lain.
Berikut 10 Festival Budaya Paling Unik Di Indonesia yang kami hadirkan dengan tujuan agar para pembaca Mahessa Update lebih mencintai Budaya Indonesia menjadi satu kesatuan yang akan membuat Indonesia menjadi negara Surganya Wisata Dunia.
1. Festival Lompat Batu, Nias
Pahombo, Hombo Batu atau Lompat Batu adalah olahraga tradisioanl Suku Nias. Olahraga yang sebelumnya merupakan ritual pendewasaan Suku Nias ini banyak dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisata tradisional unik dan teraneh hingga ke seluruh dunia. Mereka harus melewati susunan bangunan batu setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 Cm.
Di masa lampau pemuda Nias akan mencoba untuk melompati batu setinggi lebih dari 2 meter tersebut dan apabila mereka berhasil melompati batu setinggi lebih dari 2 meter tersebut mereka akan menjadi lelaki dewasa dan dapat bergabung menjadi prajurit untuk berperang dan diperbolehkan untuk menikah.
Sebagai Ritual Fahombo atau Lompat Batu dianggap sangat serius oleh Suku Nias. Anak lelaki akan melompati batu tersebut untuk mendapatkan status kedewasaan mereka. Dengan mengenakan busana pejuang Nias, Menandakan bahwa mereka siap bertempur dan memikul tanggung jawab sebagai lelaki dewasa.
2. Festival Karapan Sapi, Madura
Karapam Sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan Pacuan Sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini sepasang sapi akan menarik kereta kayu (tempat joki berdiri mengendalikan Sapi) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan Sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sepanjang 100 meter yang dapat berlangsung selama sekitar 10 detik.
Beberapa kota di Pulau Madura biasanya menyelenggarakan Karapan Sapi ini pada bulan Agustus dan September setiap tahunnya. Dengan pertandingan final pada akhir bulan September di bekas kota Residenan Pemekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
Karapan Sapi ini dlatar belakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk lahan pertanian. Sebagai gantinya orang Madura mengalihkan mata pencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan berternak Sapi sekaligus digunakan untuk bertani khususnya untuk membajak sawah atau ladang.
Suatu hari seorang ulama di Sumenep yang bernama Syekh Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) yang memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu yang dikenal oleh masyarakat Madura dengan sebutan "Nanggala" atau "Salaga" yang ditarik dengan dua ekor Sapi.
Maksud awal diadakannya Karapan Sapi adalah untuk memperoleh Sapi-sapi yang kuat untuk membajak sawah. Orang Madura menggarap Sapi dan memeliharanya disawah-sawah mereka sesegera mungkin. Gagasan ini kemudian menimbulkan tradisi Karapan Sapi. Karapan Sapi segera menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya setelah menjelang musim panen selesai.
3. Festival Lembah Baliem, Papua
Lembah Baliem merupakan Lembah di Pegunungan Jayawijaya, Papua. Lembah Baliem terletak pada ketinggian 1600 meter dari permukaan laut yang dikelilingi dengan pegunungan dengan pemandangannya yang sangat indah dan masih alami. Suhunya bisa mencapai 10-15 derajad celcius pada waktu malam.
Lembah ini dikenal juga sebagai Grand Baliem Valley yang merupakan tempat tinggal Suku Dani yang terletak di desa Wosilimo 27 Km dari Wamena, Papua. Selain Suku Dani, Lembah Baliem juga dihuni oleh Suku Yali dan Suku Lani.
Festival Lembah Baliem awalnya merupakan acara perang antar suku. Yaitu Suku Dani, Lani dan Suku Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Sebuah Festival yang menjadi ajang kekuatan antar suku dan telah berlangsung secara turun temurun namun tentunya aman untuk anda nikmati.
Festival Lembah Baliem berlangsung selama 3 hari dan berlangsung selama bulan Agustus bertepatan dengan bulan Kemerdekaan Republik Indonesia.
4. Festival Pacu Jawi, Sumatra Barat
Pacu Jawi atau Balapan Sapi adalah sebuah Festival permainan tradisional yang dilombakan di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat, Indonesia.
Pacu Jawi ini telah ada sejak ratusan tahun yang lalu yang pada awalnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh petani sehabis musim panen untuk mengisi waktu luang sekaligus sebagai sarana hiburan bagi masyarakat setempat.
Berbeda dengan Karapan Sapi yang ada di Pulau Madura, yang diselenggarakan di lintasan kering. Pacu Jawi di Tanah Datar ini diselenggarakan disawah-sawah milik petani setempat setelah selesai panen dan dalam kondisi berlumpur.
Uniknya sepasang Sapi tersebut berlari sendiri tanpa lawan, bukan dengan pasangan lawan sebagai layaknya perlombaan. Dimana, penilaiannya adalah lurus tidal lurusnya sepasang Sapi dalam berlari disamping waktu tempuh perlombaan.
Selain itu Festifal Pacu Jawi dipadukan dengan tradisi masyarakat setempat seperti Tarian dan permainan alat musik tradisional.
5. Festival Pacuan Kuda Tradisional, Tanah Gayo, Aceh
Pacuan Kuda Tradisional merupakan salah satu acara yang sangat menarik dalam Kebudayaan Gayo dan biasanya diselenggarakan di lapangan terbuka. Kegiatan ini diselenggarakan diseluruh tempat di Dataran Tinggi Gayo.
Pacuan kuda disini memang sangat tradisional. Karena apar joki cilik disini tiak menggunakan pengaman dalam berlomba. Seperti Pelana, alas kaki dan pakaian seadanya. Ini akan menjadi tontonan yang sangat menarik karena sangat berbeda dengan pacuan kuda modern.
6. Festival Bakar Tongkang, Sumatra Utara
Ritual Bakar Tongkang atau Upacara Bakar Tongkang adalah sebuah ritual tahunan masyarakat di Bagansiapiapi yang telah terkenal di mancanegara dan masuk dalam daftar Visit Indonesia.
Bermula dari tuntutan kualitas hidup yang lebih baik, sekelompok orang Tionghoa dari Propinsi Fujian, China merantau menyeberangi lautan dengan menggunakan kapal kayu sederhana. Dalam kebimbangan kehilangan arah, mereka berdoa ke Dewa Kie Ong Ya yang saat itu berada dalam kapal tersebut agar kiranya dapat diberikan penuntun arah menuju daratan.
Tak lama kemudian, dalam keheningan malam mereka samar-samar melihat adanya cahaya. Dengan pikiran ada api maka ada daratan itulah akhirnya mereka mengikuti arah cahaya tersebut hingga tibalah mereka di daratan Selat Malaka.
Cahaya terang yang dilihat oleh para perantau ini adalah berasal dari kunang-kunang di atas bagan pelabuhan. Sehingga para perantau menamakan daratan ini Bagansiapiapi.
Untuk mengenang para leluhur yang berhasil menemukan Bagansiapiapi dan sebagai wujud syukur kepada Dewa Kie Ong Ya, Kini setiap tahunnya diadakan Ritual Bakar Tongkang atau Go Cap Lak. Go berarti bulan kelima, Cap Lak berarti tanggal enam belas. Maka Perayaan Bakar Tongkang berlangsung di tanggal 16 bulan kelima lunar setiap tahunnya.
7. Festival Teluk Jailolo, Maluku Utara
Festival Teluk Jailolo adalah salah satu contoh perayaan budaya yang menakjubkan. Pengunjung yang hadir akan disuguhi beragam pagelaran menarik seperti: Cakalele, Soya-soya, Legu Sarai, musik Yanger, Tataruba, Sara Dabi-dabi, Horum Sasadu, serta acara kuliner kolosal yang mengundang semua pengunjung untuk makan bersama.
Festival Teluk Jailolo adalah salah satu contoh perayaan budaya yang menakjubkan. Pengunjung yang hadir akan disuguhi beragam pagelaran menarik seperti: Cakalele, Soya-soya, Legu Sarai, musik Yanger, Tataruba, Sara Dabi-dabi, Horum Sasadu, serta acara kuliner kolosal yang mengundang semua pengunjung untuk makan bersama.
Festival Teluk Jailolo berhiaskan langit biru yang membentang, gugusan tebing megah, hamparan laut jernih, serta pasir hitam lembut.
Festival Jailolo biasanya dimulai dengan upacara pembukaan di Teluk Jailolo yang diikuti kompetisi olahraga pada hari berikutnya. Kegiatan memancing merupakan sebuah tradisi di mana semua orang diundang untuk bergabung bersama. Beberapa diskusi penting mengenai budaya dan kontes pemilihan duta bahari juga merupakan bagian dari agenda festival ini.
Pulau Halmahera merupakan pulau yang indah seluas 17.000 km². Lautnya yang menawan terus menginspirasi festival ini setiap tahunnya. Penduduk Muslim dan Kristen bersama-sama berpartisipasi setiap tahun dalam perayaan penuh keharmonisan.
Pangeran Bertato dari Halmahera
Jailolo sering ditulis ‘Gilolo’ dalam literatur Barat dan merupakan salah satu kerajaan di Maluku. Istilah ‘Gilolo’ sebagai suatu suku bangsa merujuk pada sebuah kerajaan tua di pulau Halmahera Indonesia. Hingga saat ini tak ada satu tempat pun di dunia yang dahulu disebut Gilolo selain Pulau Halmahera di Indonesia.
Penyebutan Gilolo terkait sumber sejarah dalam sebuah buku berjudul “A New Voyage Round The World” (1697) yang ditulis William Dampier dimana memuat gambar seseorang dengan tubuh dipenuhi tato dan merupakan penduduk asli dari Jailolo. Dampier merupakan seorang pelaut Inggris yang mengunjungi Laut Selatan dan Hindia Timur untuk tugas mengelilingi bumi dan mencari daerah baru.
William Dampier pulang ke Inggris dengan membawa serta Pangeran Giolo (Painted Prince; Giolo; Jeol) yang bertato sekujur tubuhnya ke London. Dampier membawanya ke Eropa karena tertarik gambar di tubuhnya. Pangeran ini dijadikan budaknya hingga ia meninggal di Oxford karena penyakit cacar.
Pangeran Giolo kemudian dikenal sebagai ‘Painted Prince’ atau penduduk asli dari Kepulauan Rempah-Rempah yang ditato tubuhnya. Ia memiliki tato di seluruh tubuhnya yang menarik perhatian penduduk London namun bahasanya tidak mereka pahami. Pangeran Gilolo ini kemudian menghidupkan kembali seni tato di Inggris, bahkan sekarang menjadi icon penggemar tato di dunia. Pangeran Giolo tersebut diyakini berasal dari pulau rempah-rampah di Hindia Timur atau Nusantara bagian timur, yaitu Halmahera (Maluccas).
8. Festival Rambu Solo, Tana Toraja
Rambu Solo' adalah kata dalam bahasa Toraja yang secara harafiah berarti asap yang arahnya ke bawah.Asap yang arahnya ke bawah artinya ritus-ritus persembahan (asap) untuk orang mati yang dilaksanakan sesudah pukul 12 ketika matahari mulai bergerak menurun. Rambu solo’ sering juga disebut Aluk Rampe Matampu’, ritus-ritus di sebelah barat, sebab sesudah pukul 12 matahari berada di sebelah barat. Oleh karena itu ritus-ritus persembahan dilaksanakan di sebelah barat Tongkonan, rumah adat Toraja. Tidak ada undangan khusus bagi orang-orang yang akan menghadiri ritus ini. Setiap masyarakat Toraja menyadari bahwa mereka terhisab dalam persekutuan masyarakat Toraja, dan nilai-nilainya hanya dapat dihayati secara benar dan eksistensial oleh orang Toraja.
Jenis upacara ditentukan oleh status orang yang meninggal, dalam masyarakat Toraja dikenal sebagai tana’ atau kelas. Ada beberapa stratifikasi upacara rambu solo’, sebagai berikut:
- Didedekan palungan, berlaku untuk semua tana’ atau kelas.
- Disilli’, berlaku untuk semua kelas.
- Dibai Tungga’, berlaku untuk semua kelas.
- Dibai a’pa’, berlaku untuk semua kelas.
- tedong tungga’, untuk semua kelas.
- Tedong tallu atau tallung bongi, untuk tana’ karurung ke atas.
- Tedong pitu, limang bongi, untuk tana’ bassi.
- Tedong kasera, pitung bongi, untuk tana’bassi dan tana’ bulaan.
- Rapasan, untuk tana’ bassi dan tana’ bulaan.
Jenis upacara pertama dan kedua diselenggarakan untuk kematian anak. Jenis ketiga dan keempat berlaku hanya bagi para budak. Jenis kelima berlaku untuk semua kelas, termasuk budak asal sanggup menanggung biayanya. Dengan alasan ekonomis jenis upacara ketujuh merupakan yang paling sering dilaksanakan.
9. Festival Pasola, Sumba Timur
Pasola berasal dari kata "sola" atau "hola" yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan 'pa" (pahola atau pasola) artinya menjadi permainan. Jadi Pahola atau Pasola adalah sejenis permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan.
Pasola merupakan bagian dari serangkaian Upacara Tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli Yang disebut Merapu (agama lokal masyarakat Sumba).
Permaianan atau Festival Pasola diadakan pada empat kampung di Kabupaten Sumba Barat. Keempat kampung tersebut antara lain adalah Kodi, Lamboya, Wonokaka dan Gaura.
Pasola berasal dari kata "sola" atau "hola" yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan 'pa" (pahola atau pasola) artinya menjadi permainan. Jadi Pahola atau Pasola adalah sejenis permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan.
Pasola merupakan bagian dari serangkaian Upacara Tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli Yang disebut Merapu (agama lokal masyarakat Sumba).
Permaianan atau Festival Pasola diadakan pada empat kampung di Kabupaten Sumba Barat. Keempat kampung tersebut antara lain adalah Kodi, Lamboya, Wonokaka dan Gaura.
Menurut cerita rakyat Sumba, pasola berawal dari seorang janda cantik bernama Rabu Kaba di Kampung Waiwuang. Rabu Kaba mempunyai seorang suami yang bernama Umbu Amahu, salah satu pemimpin di kampung Waiwuang. Selain Umbu Amahu, ada dua orang pemimpin lainnya yang bernama Ngongo Tau Masusu dan Bayang Amahu. Suatu saat, ketiga pemimpin ini memberitahu warga Waiwuang bahwa mereka akan melaut. Tapi, mereka pergi ke selatan pantai Sumba Timur untuk mengambil padi. Warga menanti tiga orang pemimpin tersebut dalam waktu yang lama, namun mereka belum pulang juga ke kampungnya. Warga menyangka ketiga pemimpin mereka telah meninggal dunia, sehingga warga pun mengadakan perkabungan.
Dalam kedukaan itu, janda cantik dari almarhum Umbu Dula, Rabu Kaba terjerat asmara dengan Teda Gaiparona yang berasal dari Kampung Kodi. Namun keluarga dari Rabu Kaba dan Teda Gaiparona tidak menyetujui perkawinan mereka, sehingga mereka mengadakan kawin lari. Teda Gaiparona membawa janda tersebut ke kampung halamannya. Beberapa waktu berselang, ketiga pemimpin warga Waiwuang (Ngongo Tau Masusu, Bayang Amahu dan Umbu Amahu) yang sebelumnya telah dianggap meninggal, muncul kembali di kampung halamannya. Umbu Amahu mencari isterinya yang telah dibawa oleh Teda Gaiparono. Walaupun berhasil ditemukan warga Waiwuang, Rabu Kaba yang telah memendam asmara dengan Teda Gaiparona tidak ingin kembali.
Kemudian Rabu Kaba meminta pertanggungjawaban Teda Gaiparona untuk mengganti belis yang diterima dari keluarga Umbu Dulla. Belis merupakan banyaknya nilai penghargaan pihak pengambil isteri kepada calon isterinya, seperti pemberian kuda, sapi,kerbau, dan barang-barang berharga lainnya. Teda Gaiparona lalu menyanggupinya dan membayar belis pengganti. Setelah seluruh belis dilunasi diadakanlah upacara perkawinan pasangan Rabu Kaba dengan Teda Gaiparona.
Pada akhir pesta pernikahan, keluarga Umbu Dulla berpesan kepada warga Waiwuang agar mengadakan pesta nyale dalam wujud pasola untuk melupakan kesedihan mereka karena kehilangan janda cantik, Rabu Kaba
10. Festival Danau Toba, Sumatra Utara
Danau Toba yang terbentuk akibat letusan gunung vulkanik 75.000 tahun lalu turut melahirkan Pulau Samosir akibat tekanan magma yang “tersumbat” di bawah tanah. Fenomena yang pada masanya sempat menyusutkan populasi manusia hingga 60% ini ternyata sekarang justru memberikan “kehidupan” bagi penduduk di sekitar danau. Sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya kepada Danau Toba dengan menjadi petani, nelayan, pedagang, atau profesi lain yang menunjang sektor pariwisata.
Sejak diselenggarakan pada tahun 1970, masyarakat Samosir dan Balige selalu melaksanakan Pesta Danau Toba setiap tahun. Namun, acara ini ternyata kurang terdengar gaungnya di dunia pariwisata. Padahal, Danau Toba adalah salah satu dari 16 destinasi unggulan Kemenparekraf bersama Bromo-Tengger-Semeru, Tanjung Puting dan Raja Ampat. Berkaca dari hal ini, Kemenparekraf kemudian berkolaborasi dengan Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Utara untuk menghidupkan kembali sebuah pesta rakyat yang akan menarik ribuan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Dimulai dengan mengganti nama menjadi Festival Danau Toba 2013, diharapkan dalam 5 tahun ke depan festival ini dapat bersaing dengan event pariwisata internasional lain yang ditunggu-tunggu oleh semua orang.
Semoga artikel 10 Festival Budaya Paling Unik Di Indonesia ini menambah wawasan kita semua dan menjadikan Indonesia Surga Wisata Dunia.
Sumber: wikipedia
Danau Toba yang terbentuk akibat letusan gunung vulkanik 75.000 tahun lalu turut melahirkan Pulau Samosir akibat tekanan magma yang “tersumbat” di bawah tanah. Fenomena yang pada masanya sempat menyusutkan populasi manusia hingga 60% ini ternyata sekarang justru memberikan “kehidupan” bagi penduduk di sekitar danau. Sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya kepada Danau Toba dengan menjadi petani, nelayan, pedagang, atau profesi lain yang menunjang sektor pariwisata.
Sejak diselenggarakan pada tahun 1970, masyarakat Samosir dan Balige selalu melaksanakan Pesta Danau Toba setiap tahun. Namun, acara ini ternyata kurang terdengar gaungnya di dunia pariwisata. Padahal, Danau Toba adalah salah satu dari 16 destinasi unggulan Kemenparekraf bersama Bromo-Tengger-Semeru, Tanjung Puting dan Raja Ampat. Berkaca dari hal ini, Kemenparekraf kemudian berkolaborasi dengan Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Utara untuk menghidupkan kembali sebuah pesta rakyat yang akan menarik ribuan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Dimulai dengan mengganti nama menjadi Festival Danau Toba 2013, diharapkan dalam 5 tahun ke depan festival ini dapat bersaing dengan event pariwisata internasional lain yang ditunggu-tunggu oleh semua orang.
Semoga artikel 10 Festival Budaya Paling Unik Di Indonesia ini menambah wawasan kita semua dan menjadikan Indonesia Surga Wisata Dunia.
Sumber: wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar